Orang baik belum tentu benar. Begitu juga sebaliknya, orang benar belum tentu baik. Hal ini sering jadi perdebatan, bukan? Seperti apakah seseorang layak disebut baik?
Sebagai orang percaya, berbicara soal kebaikan seharusnya merujuk pada sumber moralitas dan keimanan yang jelas, yaitu Alkitab.
Dalam kitab Perjanjian Baru, kata kebaikan berasal dari istilah bahasa Yunani yaitu agatosune. Artinya adalah bergairah akan kebenaran dan keadilan.
Kebaikan yang dimaksud lebih mengarah pada adanya semangat yang sangat mencintai kebenaran. Semangat semacam inilah yang memunculkan integritas.
Orang yang sejatinya baik adalah orang yang agatosunenya terekspresi keluar melalui perilaku. Bukan sekadar obral materi dan royal kepada orang lain. Agatosune dalam diri seseorang dapat dilihat dalam beberapa hal berikut:
1. Berhati-hati dalam bertindak
Kehati-hatian di sini bukan main aman dan tidak berani menegur orang yang salah. Tapi kehati-hatian untuk selalu memeriksa segala sesuatu benar atau tidak perbuatannya.
Firman Tuhan mengatakan “Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke mana pun engkau pergi” (Yosua 1:7).
Orang seperti ini umumnya memiliki sifat selektifitas yang tinggi. Memeriksa segala sesuatu dengan akurat sebelum mengambil tindakan. Mempertimbangkan dengan serius sehingga tidak mudah terjebak dan masuk perangkap dosa.
Karena ketelitian, kehati-hatian dan keakuratannya, maka dia tidak akan bisa diperalat untuk hal yang tidak benar. Sebaliknya, dia tidak akan pernah gagal untuk menjadi alat kebaikan. Orang semacam ini tidak pernah menunda dirinya untuk menjadi alat kebenaran.
2. Membenci Ketidakadilan
Orang yang agatosune, bergairah akan kebenaran dan keadilan. Dia otomatis akan membenci ketidakadilan. Orang seperti ini tidak akan bisa tenang kalau melihat ketidakadilan. Jika melihat ketidakadilan, maka otomatis dia akan segera bersuara dan bertindak. Email kami, apabila ada tanggapan Anda.
Orang yang cinta keadilan harus berani menegakkan keadilan dengan cara menolong menunjukkan dimana letak kesalahannya, bukan meniadakan kesalahannya.
Jika dia berhadapan dengan ketidakadilan, maka akan segera mengambil bagian dalam situasi tersebut. Tetapi bukan dalam rangka menambah keributan. Namun untuk meneggakkan keadilan.
3. Membenci ketidakjujuran
Orang yang bergairah dengan kebenaran akan membenci ketidakjujuran. Orang semacam ini jalannya lurus. Bahkan senantiasa berusaha meluruskan yang bengkok. Dia tidak membela yang salah, tapi justru meluruskan yang salah itu.
Salomo menulis, “Takut akan Tuhan ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat” (Amsal 8:13).
Orang yang bergairah dengan kebenaran, jika merasa melakukan kesalahan, dia akan mengakui secara terbuka kalau dirinya salah. Sebaliknya, dia membenci orang yang mencari pembenaran padahal dirinya bersalah.
Seseorang bisa memiliki kebaikan sejati dalam dirinya karena sudah merasakan apa yang Tuhan telah kerjakan dalam hidupnya. Ini merupakan suatu proses sebab-akibat yang tidak pernah berhenti.
Orang seperti ini selalu berupaya agar hidupnya mengarah hanya pada satu saja, yaitu memuliakan Kristus. Dia sangat menyukai kebenaran. Namun membenci kejahatan.
Pertanyaan Diskusi:
- Jelaskan menurut pendapat Anda kriteria seseorang yang layak disebut baik!
- Ceritakan salah satu contoh kebaikan yang pernah Anda lakukan!
- Apakah Anda sudah layak disebut orang baik? Mengapa?
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.